Artificial Intelligence atau AI berkembang sangat pesat dan mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. AI telah membawa perubahan pada berbagai sektor, mulai dari industri, layanan kesehatan, hingga kesehatan. Namun salah satu perkembangan yang paling menarik dari AI akhir-akhir ini adalah kemampuannya dalam memahami emosi manusia.

Teknologi ini memungkinkan AI tidak hanya berinteraksi dengan manusia, tetapi juga merespons secara empatik, seolah-olah memahami perasaan kita. Salah satu teknologi yang mendukung hal ini adalah Empathy Variational Model (EVM), sebuah model pembelajaran mesin yang dirancang untuk mendeteksi emosi manusia melalui analisis data sensorik seperti ekspresi wajah, suara, dan teks.

Ilustrasi
Ilustrasi

Perkembangan AI dalam interaksi dengan manusia

AI telah mengalami lonjakan besar dalam kemampuannya untuk memahami dan memproses data. Salah satu bidang yang paling berkembang adalah pengenalan pola melalui pembelajaran mesin (machine learning), yang memungkinkan AI untuk belajar dari data dan membuat prediksi atau keputusan berdasarkan pola yang dikenali. Pengenalan pola ini mencakup banyak hal, termasuk pengenalan gambar, pemrosesan bahasa alami, dan tentu saja, pengenalan emosi manusia.

Selama bertahun-tahun, para peneliti dan pengembang AI berfokus pada cara AI bisa “melihat” seperti manusia melalui visi komputer, mendengar dan memahami percakapan melalui pemrosesan suara, serta menganalisis bahasa melalui teks.

Kini, langkah selanjutnya adalah membuat AI tidak hanya memahami data tersebut, tetapi juga menangkap emosi yang terkandung di dalamnya. Emotional AI atau Affective Computing adalah cabang ilmu kecerdasan buatan yang bertujuan untuk memberikan AI kemampuan untuk mengenali, menginterpretasi, dan bahkan meniru emosi manusia.

Emphaty Variational Model (EVM)

Salah satu pendekatan paling menarik dalam pengembangan AI yang bisa memahami emosi manusia adalah Empathy Variational Model (EVM). EVM dikembangkan untuk menangkap berbagai emosi manusia dengan menganalisis ekspresi wajah, intonasi suara, dan bahasa tertulis. 

Berbeda dengan model pengenalan emosi sebelumnya yang mungkin fokus hanya pada satu modalitas (misalnya hanya mengandalkan data suara atau hanya dari ekspresi wajah), EVM bersifat multimodal. Ini berarti model ini menggabungkan informasi dari berbagai sumber untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang emosi manusia.

EVM bekerja berdasarkan pembelajaran variational, yang memungkinkan model ini untuk memproses ketidakpastian dalam data dan memberikan output yang lebih akurat meskipun ada variasi dalam ekspresi emosional.

Sebagai contoh, seseorang mungkin menunjukkan ekspresi wajah yang ambigu, tetapi suara atau teks yang mereka gunakan dapat memberikan petunjuk tambahan tentang emosi yang sebenarnya. Dengan menggabungkan semua sumber informasi ini, EVM mampu memberikan interpretasi yang lebih lengkap dan akurat tentang kondisi emosional seseorang.

Bagaimana EVM bekerja?

Untuk memahami bagaimana EVM membaca emosi manusia, penting untuk melihat lebih dekat pada proses-proses yang terlibat dalam model ini. Berikut adalah langkah-langkah utama yang terjadi saat EVM digunakan untuk mengenali emosi:

Pengenalan Wajah (Facial Expression Recognition)

EVM dilatih menggunakan dataset besar yang berisi berbagai ekspresi wajah yang terkait dengan emosi tertentu. Misalnya, ketika seseorang tersenyum, ini mungkin diartikan sebagai kebahagiaan, sementara alis yang berkerut bisa menunjukkan kebingungan atau kemarahan. EVM menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk menganalisis gambar wajah manusia dan mendeteksi pola dalam gerakan otot wajah yang menunjukkan emosi tertentu.

Analisis Suara (Vocal Emotion Recognition)

Selain wajah, suara manusia juga merupakan sumber informasi emosional yang kaya. Perubahan dalam intonasi, kecepatan bicara, dan volume suara seringkali menunjukkan perubahan emosi. EVM dilatih untuk mendeteksi ciri-ciri vokal ini dan mengenali emosi seperti marah, senang, cemas, atau sedih dari cara seseorang berbicara. Misalnya, suara yang cepat dan tinggi mungkin menandakan kegembiraan atau kecemasan, sementara suara yang lambat dan dalam bisa menandakan kesedihan atau kelelahan.

Analisis Teks (Text Emotion Recognition)

Dalam komunikasi berbasis teks, seperti percakapan melalui pesan instan atau email, EVM menggunakan teknik Natural Language Processing (NLP) untuk memahami konteks dan emosi yang terkandung dalam kata-kata yang ditulis.

EVM dilatih untuk mengidentifikasi pola linguistik yang sering diasosiasikan dengan emosi tertentu. Misalnya, penggunaan kata-kata seperti “luar biasa” atau “fantastis” mungkin menunjukkan kegembiraan, sementara kata-kata seperti “kecewa” atau “frustrasi” bisa menunjukkan kemarahan atau kesedihan.

Pembelajaran Variasional

Salah satu keunggulan utama dari EVM adalah penggunaan pembelajaran variational, yang memungkinkan model ini untuk mengatasi ketidakpastian dalam data. Emosi manusia sering kali tidak langsung dan dapat berubah-ubah, jadi EVM dirancang untuk menggunakan pendekatan probabilistik dalam mendeteksi emosi, sehingga model ini mampu mengenali emosi yang mungkin muncul dalam situasi ambigu.

Ilustrasi
Ilustrasi

Implementasi EVM

Layanan Pelanggan yang Lebih Responsif 

Di sektor layanan pelanggan, AI yang dilengkapi dengan EVM dapat menganalisis nada suara pelanggan saat menelepon atau teks yang ditulis di layanan live chat. Dengan memahami emosi pelanggan, sistem dapat memberikan solusi yang lebih tepat dan cepat, serta menyesuaikan respons untuk menghindari eskalasi ketidakpuasan.

Aplikasi dalam Kesehatan Mental

EVM juga memiliki potensi besar dalam bidang kesehatan mental. Aplikasi atau alat bantu yang menggunakan teknologi ini dapat membantu menganalisis kondisi emosional pengguna berdasarkan percakapan, baik itu melalui teks, suara, atau ekspresi wajah. Misalnya, aplikasi self-care bisa mendeteksi apakah pengguna mengalami stres atau kecemasan dan memberikan saran yang tepat untuk mengelola emosi mereka.

Asisten Virtual yang Lebih Empatik

Dengan kemampuan membaca emosi pengguna, asisten virtual seperti Siri atau Google Assistant dapat merespons dengan lebih manusiawi. Misalnya, jika pengguna berbicara dengan nada frustrasi atau mengungkapkan kebingungan, asisten virtual yang dilengkapi dengan EVM bisa merespons dengan lebih sabar atau menawarkan bantuan tambahan. Ini bisa meningkatkan pengalaman pengguna dan membuat interaksi menjadi lebih nyaman dan personal.

Tantangan dan Masa Depan Emotional AI

Meskipun EVM menawarkan banyak potensi, masih ada tantangan yang harus diatasi. Salah satunya adalah kesulitan dalam menangani variasi budaya dalam ekspresi emosi. Ekspresi wajah dan cara seseorang mengekspresikan emosi melalui suara atau kata-kata bisa sangat berbeda di berbagai budaya. Oleh karena itu, pengembang harus memastikan bahwa model ini dilatih dengan data yang cukup beragam untuk memastikan akurasi di berbagai konteks.

Selain itu, privasi dan etika juga menjadi perhatian besar. Karena teknologi ini bisa membaca dan memahami emosi manusia, penting untuk mengembangkan kerangka kerja etis yang memastikan bahwa data emosional digunakan dengan cara yang aman dan bertanggung jawab.

Author

Eduparx adalah platform pembelajaran IT online nomor 1 di Indonesia yang menyediakan pelatihan berkualitas dan bersertifikat. Eduparx hadir sebagai solusi untuk meningkatkan kompetensi masyarakat dalam mempelajari teknologi informasi dengan pelatihan dan produk online yang berkualitas dan dapat diakses dimana saja dan kapan saja.

Write A Comment