Investasi global pada Artificial Intelligence telah mencapai USD 60 miliar pada tahun 2020. Proyeksi menunjukkan bahwa angka ini akan lebih dari dua kali lipat pada tahun 2025. Statistik ini menegaskan kecepatan perkembangan teknologi digital di seluruh dunia. Khususnya, kecerdasan buatan menjadi fokus utama banyak negara, termasuk Indonesia.

Indonesia, dengan 212 juta pengguna internet dan 167 juta pengguna media sosial, berada di ambang revolusi teknologi yang signifikan. Kedaulatan AI menjadi isu krusial di tengah pertumbuhan ini. Kita dihadapkan pada tantangan untuk mengembangkan dan mengatur AI di Indonesia. Tujuan adalah agar sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa, sambil mempertahankan potensi besar inovasi.

Perlu adanya kolaborasi antara pemerintah dengan pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi teknologi yang inklusif agar masyarakat tidak hanya mengikuti arus saja, namun juga mampu berinovasi dengan AI.

Tren Perkembangan AI

Perkembangan AI menunjukkan tren yang sangat menjanjikan dengan investasi global yang terus meningkat. Pada tahun 2020, sektor ini menerima investasi sekitar 60 miliar Dolar Amerika Serikat. Diprediksi akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2025. Negara-negara besar seperti Tiongkok, Eropa, dan AS bersaing untuk meraih supremasi teknologi melalui pemanfaatan AI. Singapura baru-baru ini mengalokasikan dana sebesar 11,6 triliun rupiah untuk proyek Artificial Intelligence.

Kerja sama dengan negara-negara yang telah lebih dahulu berkembang dalam bidang Artificial Intelligence menjadi sangat krusial. Keberlanjutan dan kesuksesan investasi global di sektor AI akan tergantung pada dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi dan insentif. Menurut Vikram Sinha, Direktur Utama Indonesia Ooredoo Hutchison, membangun fondasi untuk kedaulatan AI di Indonesia sangat penting untuk masa depan kita.

Ilustrasi Artificial Intelligence atau AI

AI dan Revolusi Digital

Kecerdasan buatan, atau AI, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Ini menjadi pendorong utama dalam revolusi digital yang kita alami. AI adalah sistem mesin yang mampu melakukan prediksi, memberikan rekomendasi, dan membuat keputusan berdasarkan analisis data. Ini membawa perubahan besar dalam berbagai industri, terutama di bidang teknologi.

Di seluruh dunia, pengembangan teknologi AI memberikan dampak yang signifikan. Menurut penelitian dari PriceWaterhouseCoopers (PwC), AI berpotensi meningkatkan Produk Domestik Bruto (GDP) global hingga mencapai $15,7 triliun pada tahun 2030. Negara-negara seperti Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat diperkirakan menjadi yang terdepan dalam memanfaatkan pertumbuhan teknologi ini. Mereka meluncurkan berbagai inisiatif besar terkait pengembangan AI.

Revolusi digital ini menandakan pentingnya pemahaman kita tentang kedaulatan AI di Indonesia. Dengan pesatnya perkembangan teknologi ini, kita perlu bersiap-siap untuk menghadapi tantangan dan meraih manfaat dari transformasi yang sedang berlangsung. Kita harus siap untuk tidak tertinggal dalam persaingan global di bidang teknologi.

Implikasi Perkembangan AI untuk Indonesia

Kecerdasan buatan menawarkan implikasi AI yang signifikan bagi pengembangan ekonomi Indonesia. Diperkirakan, teknologi ini akan berkontribusi sebesar 12 persen terhadap PDB nasional pada tahun 2030. Ini menegaskan pentingnya strategi yang efektif untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar global. Namun, tantangan infrastruktur digital dan kekurangan keterampilan tenaga kerja terampil menjadi hambatan yang signifikan.

Merumuskan kebijakan nasional strategis yang mengatur pengembangan dan penggunaan AI menjadi sangat penting. Kebijakan tersebut harus mengakomodir perlindungan data pribadi dan mencegah dampak negatif dari teknologi. Dengan alokasi anggaran yang memadai, kita dapat mendukung penelitian, sosialisasi, dan adopsi AI, serta mengantisipasi ancaman yang mungkin muncul.

Kerjasama internasional menjadi kunci dalam menghadapi perkembangan AI global yang cepat. Banyak negara, termasuk Indonesia, telah menerapkan kecerdasan buatan untuk menyelesaikan berbagai masalah dengan lebih efisien. Kolaborasi dengan negara lain sangat penting untuk mengembangkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Kesadaran luas tentang implikasi AI memerlukan komitmen dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan.

Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045

Strategi Nasional Kecerdasan Buatan

Strategi Nasional Kecerdasan Buatan (Stranas KA) yang dikeluarkan pada tahun 2020 menetapkan arah bagi pengembangan kecerdasan buatan di Indonesia. Fokus utamanya adalah pada etika AI, kebijakan AI, dan pengembangan talenta. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan inovasi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Ini juga menekankan pentingnya riset dan inovasi industri untuk mendukung berbagai sektor di Indonesia.

Empat area fokus dalam strategi ini meliputi:

  • Etika: Memastikan bahwa pengembangan dan penerapan AI patuh terhadap prinsip moral dan norma masyarakat.
  • Kebijakan: Merumuskan regulasi yang menjamin penerapan AI secara adil dan bertanggung jawab.
  • Pengembangan Infrastruktur: Membangun infrastruktur digital yang memadai untuk mengoptimalkan potensi AI.
  • Data: Mengelola dan memanfaatkan data secara efektif sebagai sumber daya penting dalam inovasi AI.

Tantangan terkait penggunaan AI yang bertanggung jawab harus diatasi. Ini untuk memastikan bahwa teknologi ini mendukung prinsip-prinsip demokrasi dan tata kelola yang baik. Kepemimpinan yang komitmen dan regulasi yang ketat akan membantu mengatasi berbagai potensi risiko. Salah satunya adalah kelahiran konten yang dibuat oleh AI yang dapat memengaruhi hasil pemilihan umum pada 2024.

Inisiatif seperti INA Digital dan pembangunan data center di berbagai wilayah di Indonesia merupakan langkah strategis. Ini bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan data. Jika dikelola dengan baik, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan AI di kawasan ASEAN.

Tantangan Implementasi Kedaulatan AI di Indonesia

Mengimplementasikan kedaulatan AI di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Salah satu tantangan utama adalah kesulitan dalam mengembangkan infrastruktur digital yang memadai. Ketidakmerataan akses internet di berbagai wilayah memperburuk kesenjangan digital. Ini berisiko menghambat penerapan teknologi secara menyeluruh.

Studi “Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia 2020-2045” yang dirilis oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan tingkat adopsi AI di Indonesia masih rendah. Hanya 14 persen perusahaan yang telah sepenuhnya mengadopsi teknologi ini. Ini menunjukkan bahwa maturitas pemanfaatan AI belum maksimal dalam menciptakan konektivitas digital yang inklusif.

Selain itu, pengaturan teknologi yang masih terbatas. Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mengembangkan regulasi ke arah hard law untuk AI. Indonesia masih berada dalam tahap perencanaan teknologi. Belum terdapat regulasi khusus yang mengatur tata kelola AI. Meskipun beberapa aspek terkait AI telah diatur dalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), ini belum cukup untuk menciptakan landasan yang kuat bagi pengimplementasian AI.

Pendidikan dan pemberdayaan keterampilan juga menjadi fokus penting. 81 persen pelaku bisnis memprioritaskan alokasi investasi untuk pengembangan keterampilan karyawan di masa depan. Sayangnya, 48 persen pemimpin bisnis belum menerapkan rencana untuk membantu karyawannya memperoleh keterampilan yang tepat. Konflik antara persepsi karyawan tentang pengembangan keterampilan dapat menghambat progres kedaulatan AI yang ingin kita capai.

Ilustrasi etika AI

Regulasi dan Kebijakan untuk Kedaulatan AI

Kita berada di era dimana regulasi AI menjadi kunci untuk menjaga data dan keamanan siber. Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Surat edaran ini menargetkan pelaku usaha, baik pemerintah maupun swasta yang menggunakan AI, termasuk dalam pemrograman dan sistem elektronik.

Kebijakan teknologi yang diterapkan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ini juga relevan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Pemerintah berkomitmen agar penggunaan AI selalu berlandaskan pada AI beretika, dengan memprioritaskan perlindungan data dan transparansi.

  • Pentingnya memberi batasan pada hak cipta bagi produk yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan karena tidak memenuhi konsep orisinalitas.
  • Kekhawatiran mengenai dampak negatif AI dan penyalahgunaannya terhadap masyarakat.
  • Pentingnya mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan kepatuhan pada regulasi yang ada.
  • Tantangan dalam menentukan pihak yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan akibat penggunaan AI.

Peraturan terkait AI di Indonesia sejalan dengan perkembangan global. Uni Eropa telah mengesahkan UU AI no. 1689 tahun 2024, sedangkan Amerika Serikat sedang mempertimbangkan Undang-Undang Hak AI. Ini menunjukkan pentingnya kebijakan teknologi yang tepat untuk mengurangi risiko AI, seperti kesalahan informasi dan ancaman siber. Regulasi yang matang akan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat dan mendorong pemanfaatan AI yang inovatif dan bertanggung jawab.

Author

Eduparx adalah platform pembelajaran IT online nomor 1 di Indonesia yang menyediakan pelatihan berkualitas dan bersertifikat. Eduparx hadir sebagai solusi untuk meningkatkan kompetensi masyarakat dalam mempelajari teknologi informasi dengan pelatihan dan produk online yang berkualitas dan dapat diakses dimana saja dan kapan saja.

Write A Comment

Butuh Bantuan? Chat Kami
Exit mobile version